Minggu, 20 Desember 2009

Auto Biografi

My Life Story
Saat Masih Kecil
13 Agustus 1989, Ibu (Sutarni) melahirkanku dengan penuh perjuangan dan cinta. Ayahku (Ngatino) memberiku nama Ainun Ainiyah, tetapi karena aku kecil, mlenik-mlenik, cilik (kata ibu) makanya aku sering dipanggil Nunik. Aku tahu mereka sangat menyayangiku, foto-foto ketika aku balita sebagai saksinya. Aku suka sekali makan permen dan coklat waktu itu sampai-sampai sehari aku bisa menghabiskan banyak permen dan gigiku sampai gigis. Saat itu aku mendapat julukan Si Gigis. Ayahku sangat menyayangiku, dari kursi hingga sepeda pasti tertera namaku. Selain itu, ayahku tak pernah marah. Ayah sangat menyukai anak-anak. I love my Dad.
Yang kurasakan, masa kecilku sangat bahagia. Walaupun aku sering berpindah-pindah tempat tinggal. Lempuyangan, Juminahan, Babadan, Ratmakan, sampai akhirnya ketika umur tiga tahun, aku menetap di Kweni Sewon Bantul bersama dengan orangtua dari ayahku.
Saat umur empat tahun kurang satu bulan, aku sudah masuk di taman kanak-kanak Kuntum Melati Karangnongko Sewon Bantul. Walaupun umurku kurang memenuhi persyaratan masuk TK, tetapi aku sangat ingin bersekolah karena pada waktu itu ayahku sering menitipkan aku di taman kanak-kanak Tunas Melati di daerah Timoho di dekat tempatnya bekerja dan tes-tes yang lain aku lalui dengan mudah sehingga aku diterima di TK tersebut.
Saat usia TK, aku sangat nakal. Beberapa teman-temanku sudah terkena gigitanku. Hingga ayahku mengetahui, dan mengancam akan mencabut gigiku jika aku suka menggigit teman-temanku. Waktu itu keluargaku kecil yang cukup bahagia, walaupun ayahku hanya bekerja sebagai pengantar barang di toko dan ibuku mengajar pramuka dan guru SD honorer di SD Muhammadiyah Bausasran II. Sering sekali ayahku terlambat menjemputku di sekolah TK, pukul sepuluh seharusnya aku sudah pulang, tetapi aku harus menunggu jemputan sampai pukul satu bahkan terkadang lebih. Karena jarak TK dengan rumah terhitung jauh untuk usiaku waktu itu, dan ayah tidak memperbolehkan aku pulang sendirian maka aku selalu menunggu ayah menjemputku. Pernah suatu ketika aku sedang marah dengan ayah karena ayah nggak bisa mengekor rambutku, dan ibuku sudah terlebih dahulu berangkat bekerja jadi kuminta ayah yang memgekorkan rambutku tapi ayah kesulitan, makanya aku marah, dan waktu pulang dari sekolah, aku tidak mau menunggu ayah. Aku pulang sendiri melewati pinggir parit belakang sekolah bersama teman-temanku, tetapi aku tidak langsung pulang. Aku malah ikut teman-temanku mencari ular di sawah, teman-temanku laki-laki semua dan aku perempuan sendiri. Tetapi pada waktu itu, kami belum tau perbedaan laki-laki dan perempuan. Sampai siang, kami bermain-main di sawah. Sampai saatnya, teman-temanku pulang tetapi aku belum beranjak. Aku bingung mau pulang atau menuggu ayah di sekolahan lagi. Aku putuskan untuk pulang sendirian. Sampai di rumah ternyata ayahku sudah sampai duluan, dan ayah marah besar karena khawatir dan sebagainya. Setelah itu, aku kapok pulang sendirian. Ayahku menjemputku di sela-sela pekerjaanya sebagai pengantar pesanan handuk dari pabrik ke Toko dan ke pemesan. Untunglah ibu penjaga sekolah selalu baik hati padaku dan sering aku diberi makan gratis dari dagangannya. Jika tidak begitu, biasanya aku menunggu ayah dengan bermain-main sendirian. Rasanya sepi bahkan sering menakutkan, tetapi aku telah terbiasa dengan kesendirianku saat aku sedih dan ketakutan hingga saat ini. Di rumahpun demikian, aku sering bermain sendirian, main masak-masakan adalah favoritku. Sampai sekarang, aku suka sekali memasak. Aku bukan penakut malahan aku adalah anak yang ngglidik. Seingatku, belum pernah ada satupun pohon di TK yang belum pernah aku panjati, dari tanaman pagar hingga pohon kelapa. Tanaman padi pun aku injak-injak. Walaupun begitu, dalam rapor keterangan nilaiku selau memuaskan. Bahkan aku sering menjuarai lomba Tari antar-TK. Kata ibu guru TK, kecil-kecil cabe rawit. Memang masa kecil yang bahagia. 
Waktu masuk SD, aku sekolah di tempat dimana ibuku mengajar. Agar ada yang mengawasiku yaitu ibu. Namun tetap saja aku sendirian ketika pulang sekolah karena ibu masih mengajar. Diam-diam, aku pergi bermain di rumah temanku yang berbeda-beda tetapi yang paling aku sukai adalah bermain dirumah Sari karena barat rumahnya dekat kuburan. Kami sering bermain petak umpet, dan memanjat pohon talok. Bahkan sering, kami tidur siang di rumah kubur para kyai. Rumah kubur, kami menyebutnya begitu karena rumah yang dibangun untuk menutupi kuburan yang dianggap keramat atau dihormati. Di dalamnya ada kereta orang mati Bandosa yang katanya, jika malam hari kereta itu akan berjalan sendiri. Hiii…
Setiap pulang dari sekolah, aku tidak pulang ke rumah Bantul tetapi di Ratmakan, rumah nenekku, Ibu dari ibuku dan sore harinya aku Masa-masa berat di keluargaku ketika aku masih SD, ayahku terkena godaan WIL. Wanita itu adalah teman kerja ayahku. Wanita itu sangat baik padaku, bahkan aku sering diajak ke kostnya saat ayah sedang sibuk bekerja. Dia menyukai ayah dan akhirnya ibu tahu karena ibu mendapat laporan dari teman-temannya ayah. Kebetulan saat itu ibu mengajar les privat anak kepala perusahaan ayah jadi setiap kali ke Toko, ibu selalu mendapat laporan. Kondisi keluargaku benar-benar kacau waktu itu. Namun, badai segera berlalu. Ayah memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan tidak lagi berhubungan dengan wanita itu. Setelah itu, seingatku ayah tidak lagi bekerja. Ia hanya di rumah sambil membuka jasa servis jam. Pada saat yang bersamaan, ibu mengandung adikku. Dia lahir tanggal 6 Januari 1997. Dia diberi nama Ainun Insaniyah. Dia lahir jam tiga dini hari di tempat seorang Bidan di Kota Gede. Aku dan ayah menunggunya. Saat itu aku merasa senang sekali mempunyai adik. Lucu sih. Setelah melahirkan, ibuku tidak bisa istirahat karena hari itu ibu sedang ada ujian akhir semester di kampusnya. Pagi melahirkan, siangnya diantar ayah mengikuti ujian. Benar-benar ibu adalah orang yang hebat. Ibu adalah orang yang keukeuh untuk mewujudkan cita-citanya. 
Waktu ditinggal ujian, aku disuruh menjaga adik di tempat bidan itu. Tetapi dasar aku emang bandel, adikku ngga bisa diajak bermain karena seharian dia hanya tidur saja, aku tinggal pergi jalan-jalan di tempat temen ayahku di perumahan Wirokerten. Yang jaraknya kira-kira lima kilo meter dari tenpat bidan. Sampai sore aku bermain, hingga ayahku datang menjemput. Ayah sangat kebingungan mencariku. Hi hi hi..
Waktu cepat berlalu. Kelas tiga SD, ayah ibu memutuskan agar aku pindah sekolah yang dekat dengan rumah. Akhirnya aku pindah di SD Jarakan 1. Di sana aku menemukan teman-teman di waktu aku masih TK dulu. Aku menghabiskan masa SD di sekolahan ini.

Saat di Sekolah Dasar
Dengan cepat aku bisa menyesuaikan diri dengan teman-temanku. Walaupun teman baru tetapi aku sudah mengenal mereka sejak dulu. Kegiatan yang sering aku lakukan dengan teman-teman SDku adalah berenang. Kami sering berenang di kolam renang anak di daerah Krapyak. Cita-citaku waktu itu, ingin menjadi perenang. Selain itu, kegiatan di sekolah yang sangat aku sukai adalah nggamel (menabuh gamelan) dan latihan menari. Tap tap tap, begitu cara guru Tariku mengajari gerakan.
Sebenarnya aku tahu, diantara teman-temanku ada yang iri padaku. Sehingga aku selalu merasa sendirian. Walaupun anak baru, tetapi aku selalu mendapat rangking pertama di kelas. Bahkan sampai aku lulus. Mereka (sebagian dari teman-teman) bahkan menuduhku bahwa aku mendapat contekan atau bocoran jawaban ulangan dari ibu yang notabene adalah guru SD juga walaupun tidak mengajar di sekolahku. Namun aku tetap sabar dan tidak pernah mengeluh. Ibuku Alhamdulillah sudah diangkat menjadi pegawai negeri sipil ketika aku kelas lima SD. Memang bukan masa yang menyenangkan saat sekolah di SD. Namun, aku menikmatinya. Apalagi saat SD, setiap akhir tahun pasti ada ujian praktek memasak. Saat kelas empat aku memasak nasi goring dan kelompok kami mendapat nilai tertinggi, kelas lima memasak kue satelit yang terbuat dari singkong, dan saat kelas enam kami membuat sup ayam tetapi keasinan. Semua lomba aku ikuti, dari antargugus hingga lomba se-Kabupaten. Walaupun tidak menang tetapi aku senang mendapat wawasan dan teman baru. 
Saat perpisahan kelas enam pun tiba. Kami menangis karena kami akan berpisah menuju sekolah lanjutan yang berbeda.

Saat SMP dan SMA
SMP-ku di SMP 16 Jalan Nagan Lor Kraton Yogyakarta. Jarak sekolah dengan rumah kira-kira 7,5 Km. Walaupun begitu aku memilih untuk mengendarai sepeda ke sekolah daripada diantar ataupun naik angkutan umum. Karena pada saat itu entah karena apa, aku sudah jarang sekali bertegur sapa dengan ayah walaupun kami masih dalam satu rumah. Saat masih SMP aku tergolong anak yang bandel, aku tidak pernah belajar kecuali jika menghadapi ulangan. Waktuku hanya kuhabiskan bermain dan bermain. Oleh karena itu nilai kelulusanku tidak memuaskan. Walaupun begitu, aku diterima di sekolah favorit di Bantul yaitu SMA Sewon jalan Parangtritis Km 5 Sewon Bantul. Tak banyak berbeda dengan saat aku masih SMA. Hanya saja di SMA aku sering mengikuti kegiatan-kegiatan di luar sekolah yang positif. Diantaranya adalah PMR, PMI, Pramuka dan sebagainya. Kegiatan yang paling aku senangi adalah jika ada kegiatan pandakian dan kemah karena aku bisa menyatu dengan alam. Saat aku kelas dua SMA tahun 2006, ibuku memutuskan bahwa kami sekeluarga harus pindah rumah. Kami mengontrak sebuah rumah sederhana di Kerto Pleret Bantul. Kami mengontrak di dekat tanah yang akan dibangun rumah kami. Namun, malang tak dapat diraih untung tak dapat ditolak. Gempa 27 Mei 2006, memporak-porandakan rumah kontrakan kami dan juga rumah tetangga-tetangga. Tangisan, kematian, kebingungan, keputusasaan, rasa bercampur menjadi satu. Namun, dibalik itu rasa persatuan dan kegotongroyongan menjadi terlihat. Kami bersama-sama membangun tenda untuk melindungi diri dari panas dan hujan. Tak terasa lima bulan aku hidup di tenda. Selama tiga bulan, Alhamdulillah rumah kami sudah berdiri walaupun sederhana tetapi kami bangga dengan rumah ini karena rumahku dibangun dengan keprihatinan yang berbuah manis. Aku sangat bersyukur dengan ini.
Setelah lulus SMA, aku belum dapat memutuskan mau meneruskan kuliah jurusan apa. Ibuku mengarahkanku untuk mencoba di PGSD UNY. Aku gagal. Namun, aku tidak menyerah akan mencoba lagi di tahun berikutnya. Akhirnya aku ditawari bekerja di sebuah rumah produksi di Yogyakarta. Aku menerimanya. Selain itu, setiap sore aku juga mengajar les privat.
Setahun berlalu akupun mencoba mengikuti tes masuk PGSD tetapi bukan di UNY melainkan di UPY. Aku diterima kuliah di UPY dan akan aku jalani dengan seluruh kemampuanku untuk mencapai cita-citaku. Saat ini aku merindukan kehangatan kasih sayang ayahku yang kurang lebih sudah sepuluh tahun aku tidak aku rasakan.


1 komentar:

  1. konflik cerita autobiografimu keren.....nambah inspirasiku
    :D

    BalasHapus